LAPORAN PRAKTIKUM
ANATOMI
FISIOLOGI MANUSIA
“ UJI
KETAJAMAN DAN GANGGUAN PENDENGARAN ”
Di Susun
Oleh:
Dewi
nuriani ( 1410211033)
Nur iva
raudhatul (
1410211026)
Ita
khumayatul (
1410211047)
Sifa
khusnul f ( 1410211046)
Muhamad
zainul asan ( 1410211053)
Semester/
Kelas : VI / B
Kelompok
:
3
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN
PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH JEMBER
2017
I. TUJUAN
1.
Mengetahui uji pemeriksaan
ketajaman pendengaran dengan menggunakan jam
2.
Mengetahui uji pemeriksaan
ketajaman pendengaran dengan menggunakan garpu tala
II. DASAR TEORI
Mendengar adalah kemampuan untuk mendeteksi vibrasi
mekanis (getaran) yang kita sebut suara. Dalam keadaan biasa, getaran
mencapai indera pendengar, yaitu telinga, melalui udara (Pratiwi et al., 2006). Pendengaran adalah
persepsi saraf mengenai energi suara. Gelombang suara adalah getaran udara yang
merambat dan terdiri dari daerah-daerah bertekanan tinggi karena kompresi
(pemampatan) molekul udara yang berselang-seling dengan daerah-daerah
bertekanan rendah karena penjarangan molekul tersebut (Ebennezer dkk, 2008).
Fungsi sistem auditori adalah mempersepsi bunyi atau persepsi tentang objek dan
kejadian-kejadian melalui bunyi yang timbul. Bunyi adalah vibrasi
molekul-molekul udara yang menstimulasi sistem auditori. Manusia hanya
mendengar vibrasi molekuler antara sekitar 20 sampai 20.000 hertz (Pinel,
2009). Tiap gelombang suara memiliki amplitudo dan frekuensi yang berbeda.
Amplitudo adalah intensitas suara. Kompresi udara dengan intensitas tinggi
menghasilkan gelombang suara dengan amplitudo yang besar. Kenyaringan adalah
persepsi intensitas yang berkaitan dengan amplitudo, tetapi keduanya adalah hal
yang berbeda. Ketika amplitudo meningkat dua kali lipat, maka kenyaringannya
meningkat. Kenyaringan ditentukan oleh banyak faktor. Frekuensi suara adalah
jumlah kompresi per detik, diukur dengan Hertz (Hz, siklus perdetik). Tinggi
nada (pitch) adalah persepsi yang berkaitan erat dengan frekuensi. Oleh
karena itu semakin tinggi suara semakin tinggi pula tinggi nada nya (Kalat,
2010).
Suara adalah sensasi yang timbul apabila
getaran longitudinal molekul di lingkungan
eksternal, yaitu masa pemadatan dan pelonggaran molekul yang terjadi berselang seling mengenai memberan timpani.
Plot gerakan-gerakan ini sebagai
perubahan tekanan di memberan timpani persatuan waktu adalah satuan gelombang, dan gerakan semacam itu dalam lingukangan
secara umum
disebut gelombang suara (Ganong,
2005).
Secara umum kekerasan suara berkaitan dengan
amplitudo gelombang suara dan nada berkaitan dengan prekuensi (jumlah gelombang persatuan waktu). Semakin besar suara semakin besar amplitudo, semakin tinggi frekuensi dan semakin tinggi nada. Namun nada juga
ditentukan oleh faktor – faktor
lain yang belum sepenuhnya dipahami selain frekuensi dan frekuensi
mempengaruhi kekerasan, karena ambang pendengaran lebih rendah pada frekuensi dibandingkan dengan frekuensi lain.
Gelombang suara memiliki pola berulang,
walaupun masing – masing gelombang bersifat kompleks, didengar sebagai suara musik, getaran apriodik yang tidak
berulang menyebabakan sensasi bising. Sebagian
dari suara musik bersala dari gelombang dan frekuensi primer yang menentukan suara ditambah
sejumla getaran harmonik
yang menyebabkan suara memiliki timbre yang khas. Variasi timbre mempengaruhi suara berbagai alat musik walaupun alat
tersebut memberikan nada yang sama (Ganong,
2005).
Penyaluran suara prosesnya adalah telinga mengubah gelombang
suara di lingkungan eksternal menjadi potensi aksi di saraf pendengaran.
Gelombang diubah oleh gendang telinga dan tulang-tulang pendengaran menjadi
gerakan-gerakan lempeng kaki stapes. Gerakan ini menimbulkan gelombang dalam
cairan telinga dalam. Efek gelombang pada organ corti menimbulkan potensial
aksi di serat-serat saraf (Ganong, 2005). Secara umum telinga manusia menjadi
tiga bagian yaitu:
1.
Telinga bagian luar (Auris eksterna), terdiri dari aurikula
(atau pinna) dan kanalis auditorius eksternus, dipisahkan dari telinga tengah
oleh struktur seperti cakram yang dinamakan membrana timpani (gendang telinga)
2.
Telinga bagian tengah (Auris Media), tersusun atas membran
timpani (gendang telinga) di sebelah lateral dan kapsul otik di sebelah medial.
Telinga tengah mengandung tulang terkecil (osikuli) yaitu malleus, inkus, dan
stapes
3.
Telinga dalam tertanam jauh di dalam bagian tulang temporal.
Organ untuk pendengaran (koklea) dan keseimbangan (kanalis semisirkularis),
begitu juga kranial VII (nervus fasialis) dan VIII (nervus koklea vestibularis)
semuanya merupakan bagian dari telinga bagian dalam.
Ada beberapa tes yang digunakan untuk pemeriksaan pendengaran,
diantaranya yaitu:
1. Tes Rinne
Pemeriksaan tes rinne menggunakan
garpu tala frekuensi 256. Tes Rinne dilakukan dengan menggetarkan garpu tala
tersebut dan menekankan gagang penala yang bergetar pada processus mastoideus pada telinga yang diperiksa. Setelah probandus
menandakan bunyi dengungan menghilang, segera mungkin mendekatkan ujung penala
pada telinga yang diperiksa. Jika terdengar maka R+ dan jika tidak R-.
2. Tes Webber
Pemeriksaan tes weber
menggunakan garpu tala frekuensi 512. Tes ini dilakukan dengan cara
menggetarkan garpu tala tersebut dan menempelkannya pada bagian meridian tepat
diatas kepala. Hasil yang didapat normal jika probandus mendengar dengungan
sama kuat antara telinga kiri dan kanan.
3. Tes Schwabach
Pemeriksaan tes schwabach
menggunakan garpu tala dengan frekuensi 128. Pemeriksaan ini dilakukan dengan
menggetarkan garpu tala tersebut dan meletakkannya pada processus mastoideus
probandus. Setelah bunyi menghilang probandus segera memberi tanda dan
pemeriksa meletakkan garpu tala tersebut pada processu Mastoideusnya. Tes ini
dianggap normal jika baik probandus maupun pemeriksa tidak mendengar lagi suara
setelah probandus memberikan
tanda suara berhenti.
4. Tes Bing
Pemeriksaan tes bing
menggunakan garpu tala dengan frekuensi 512. Pemeriksaan ini dilakukan dengan
cara menggetarkan garpu tala tersebut dan menempelkannya pada processus
mastoideus. Kemudian ditanyakan telinga mana yang mendengar paling keras.
III. ALAT DAN BAHAN
Alat |
Bahan |
||
1 Garpu tala |
|
1 Probandus |
|
2 Kertas A4 |
|
|
|
3 Jam weker |
|
|
IV. PROSEDUR KERJA
A.
Uji ketajaman
menggunakan jam weker
No. |
Prosedur
kerja |
1 |
Ditutup salah satu telinga probandus (kanan/kiri) |
2 |
Dipasang jam weker didekat telinga yang tidak ditutup |
3 |
Diukur jarak antara jam dan telinga terbuka yang
dipasang weker saat terdengar |
4 |
Perlahan-lahan jam weker dijauhkan, sehingga tidak
terdengar lagi suara jam |
5 |
Diukur jarak antara jam dan telinga yang terbuka dan
dicatat hasilnya. |
B.
Uji ketajaman
menggunakan garputala (Rinne)
No |
Prosedur
Kerja |
Foto |
1 |
Menggetarkan
garputala dan meletakkannya diujung kepala probandus |
|
2 |
Mencatat waktu antara probandus yang mendengar bunyi
sampai tidak mendengar |
|
3 |
Pada saat probandus tidak mendengar bunyi garputala
yang diletakkan dipucuk kepalanya, segera garputala dipindahkan ke lubang
telinga (kanan/kiri) |
|
4 |
Probandus akan mendengar suara lagi, lalu mencatat
waktu antara probandus mendengar suara garputala didepan telinga sampai tidak
mendengar ( di kertas A4) |
|
5 |
Mengulang percobaan untuk bagian telinga sisi satunya dan
percobaan diulang sebanyak 5 kali. |
|
C.
Uji ketajaman
pendengaran menggunakan garpu tala (Weber)
No. |
Prosedur
kerja |
Foto
|
1 |
Meletakkan garputala dengan frekuensi 112-879 Hz diletakkan
dan digetarkan dipucuk kepala probandus. |
|
2 |
Menutup salah satu lubang telinga dan ditanyakan kepada
probandus bagian telinga mana yang mendengar garputala lebih keras. |
|
3 |
Jika pada telinga yang ditutup terdengar suara
garputala lebih keras daripada yang terbuka, maka dikatakan adanya
lateralisasi (terdengar lebih kuat). |
|
VII. Hasil pengamatan
A.
Uji
ketajaman pendengaran Rinne
Probandus |
Kepala |
Telinga Kanan |
Telinga Kiri |
Vina Dwi R |
1 detik |
08.60 detik |
10.51 detik |
1 detik |
11.79 detik |
14.38 detik |
|
1 detik |
14.67 detik |
14.58 detik |
|
1 detik |
19.86 detik |
13.74 detik |
|
1 detik |
09.06 detik |
14.06 detik |
|
Probandus |
Kepala |
Telinga Kanan |
Telinga Kiri |
Een |
1 dtk |
7 dtk |
6 dtk |
2 dtk |
7 dtk |
9 dtk |
|
1 dtk |
4 dtk |
7 dtk |
|
2 dtk |
11 dtk |
14 dtk |
|
2 dtk |
13 dtk |
9 dtk |
B.
Uji ketajaman pendengaran Webber
Nama Probandus |
Telinga Kiri |
Telinga Kanan |
Dokumentasi |
Vina Dwi R |
Terdengar kurang kuat |
Terdengar lebih kuat |
|
VII. Pembahasan
Pemeriksaan
Dengan Garpu Tala Untuk melihat ada tidaknya gangguan fungsi pendengaran pada probandus adalah dengan
menggunakan garpi tala. Namun, pada percobaan yang kami lakukan hanya uji pemeriksaan
ketajaman pendengaran dengan menggunakan garpu tala sebagai tes Rinne dan tes
webber. Pada percobaan ini menggunakan garpu tala sebagai alat untuk membuktikan bahwa
transmisi melalui udara lebih baik dari pada melalui tulang. Semakin berat
garpu tala akan semakin jelas terdengar bunyinya. Uji ketajaman dan gangguan
pendengaran ini dilakukan oleh Iva sebagai probandus.
–
Tes Rinne
Pemeriksaan Tes Rinne menggunakan garpu tala. Tes Rinne dilakukan dengan
menggetarkan garpu tersebut dan menekankan gagang penala yang
bergetar pada Processus Mastoideus pada telinga yang diperiksa. Setelah probandus menandakan bunyi dengungan menghilang segera mungkin mendekatkan ujung
penala pada telinga yang diperiksa. Jika terdengar maka R+ dan jika tidak R-. probandus dapat mendengar dengan baik suara yang menghilang saat
garpu tala ditempelkan pada Processus Mastoideus dan mendengar kembali suara
tersebut saat didekatkan dengan telinga. Ini terjadi karena saat suara
menghilang di Processus Mastoideus sebenarnya garpu tala itu masih bergetar, hanya
karena intensitas terlalu halus maka tidak dapat terdengar oleh telinga probandus. Sehingga perlu didekatkan ke telinga probandus untuk mndengar suara yang halus itu.
Pada
probandus iva. Menggetarkan garpu tala dan kemudian diletakkan diatas
kepala probandus yang pada pengulangan pertama dapat mendengar bunyi selama 1
detik dan kemudian dilanjutkan dengan meletakkan garpu tala didepan telinga
kanan yang dapat mendengar selama 16,5 detik, telinga kiri selama
6,9 detik. Pengulangan kedua probandus dapat mendengar diatas kepala selama
2 detik dan dilanjutkan dengan bagian kanan telinga selama 17 detik dan kiri
telinga selama 11 detik. Pengulangan ketiga probandus dapat mendengar
suara diatas kepala selama 1 detik kemudian dilanjutkan dengan bagian depan
telinga kanan selama 14 detik dan telinga kiri 10 detik. Pengulangan
yang keempat probandus mendengar suara selama
2 detik diatas kepala kemudian dilanjut pada bagian depan telinga kanan
selama 10 detik dan telinga kiri 12 detik. Dan pada pengulangan
yang kelima probandus dapat mendengar bunyi selama 2 detik diatas kepala
kemudian dilanjutkan pada bagian depan telinga kanan selama 7 detik dan telinga
kiri selama 9 detik.
–
Tes Webber
Pada pemeriksaan garpu tala dengan tes Weber menggunakan garpu tala. Tes ini dilakukan
dengan cara menggetarkan garpu tala tersebut dan menempelkannya pada bagian meridian
tepat diatas kepala. Hsil yang didapat normal jika probandus mendengar dengungan
sama kuat antara telinga kiri dan kanan. Dari hasil yang didapat probandus mendengar dengungan tersebut sama kuat pada kedua telinganya. Akan tetapi
sebelum dapat mendengar dengungan ini probandus menutup kedua telinganya
terlebih dahulu. Ini dilakukan untuk mencegah suara dari lingkungan seperti suara
kipas AC yang dapat mengganggu gelombang hantaran dari garpu tala tersebut.
Dari tabel
pengamatan yang telah didapat setelah tes webber ini didapatkan pada probandus iva, pada telinga kiri
bunyi terdengar kurang kuat sedangkan pada telinga kanan bunyi terdengar
lebih kuat. Pada percobaan ketajaman pendengaran, subjek dapat mendengar dengan
jarak yang lebih jauh ketika suasana ruang percobaan tenang. Ketajaman
pendengaran dipengaruhi oleh beberapa hal, oleh kebisingan ruangan dan beberapa
intensitas bunyi yang terdengar. Jangkauan tekanan dan
frekuensi suara yang dapat diterima oleh telinga manusia sebagai suatu
informasi yang berguna, sangat luas. Suara yang nyaman diterima oleh telinga
kita bervariasi tekanannya sesuai dengan frekuensi suara yang digunakan, namun
suara yang tidak menyenangkan atau yang bahkan menimbulkan nyeri adalah
suara-suara dengan tekanan tinggi, biasanya di atas 120 dB. Ambang pendengaran
untuk suara tertentu adalah tekanan suara minimum yang masih dapat
membangkitkan sensasi auditorik.
Kekuatan suara
adalah suatu perasaan subjektif yang dirasakan seseorang sehingga dia dapat
mengatakan kuat atau lemahnya suara yang didengar. Kekuatan suara sangat
dipengaruhi oleh tingkat tekanan suara yang keluar dari stimulus suara, dan
juga sedikit dipengaruhi oleh frekuensi dan bentuk gelombang suara.
Kesalahan dari
pasien misalnya pasien lambat memberikan isyarat bahwa ia sudah tidak mendengar
bunyi garputala saat kita menempatkan garputala di planum mastoid pasien.
Akibatnya getaran kedua kaki garputala sudah berhenti saat kita memindahkan
garputala kedepan meatus akustukus eksternus. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kuat atau lemahnya suara adalah nada atau frekuensi, intensitas atau kekuatan,
dan warna suara atau kualitas.
VIII. KESIMPULAN
1.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
kuat atau lemahnya suara adalah
nada atau frekuensi, intensitas atau kekuatan, dan warna suara atau
kualitas.
2.
Dari hasil percobaan dapat mendengar dengan normal suara yang dihasilkan
dari tiap uji.
3.
Mendengar adalah kemampuan untuk mendeteksi vibrasi
mekanis(getaran) yang kita sebut suara. Dalam keadaan biasa, getaran mencapai
indera pendengar, yaitu telinga, melalui udara (Pratiwi et al.,
2006).Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara.
4.
Gangguan pendengaran merupakan ketidakmampuan secara parsial
atau total untuk mendengarkan suara pada salah satu atau kedua telinga.
Gangguan pendengaran dapat disebabkan rusaknya salah satu atau beberapa bagian
dari telinga luar, tengah atau dalam.
5.
Pada percobaan Rine dan Weber membuktikan bahwa saat garpu
tala yang bergetar ditempelkan di ubun-ubun kepala dan atau di tulang belakang
telinga, kemudian setelah gtaran itu menghilang garpu tala di dekatkan pada
lubang telinga mendapat respon positif dari subjek, yaitu ia dapat mendengar
dengungan suara. Hal itu sesuai dengan dasar teori yang menyatakan bahwa
perambatan suara yang paling baik adalah melalui udara. Namun, selain melalui
udara, nada dapat terdengar melalui perambatan tulang. Pada percobaan ini
melalui tulang tekngkorak.
IX DAFTAR PUSTAKA
Tim Co Ass praktikum Anatomi fisiologi manusia.
2017. Buku petunjuk
praktikum Anatomi fisiologi manusia. Jember.
Universitas Muhammadiyah Jember.
https://www.academia.edu/7425380/LAPORAN_fisiologi_modul_indra
https://sketsaistjourney.ilmubiologi.com/2013/03/23/praktikum-alat-pendengaran/
http://dokumen.tips/documents/contoh-laporan-praktikum-tes-ketajaman-pendengaran.html
No comments:
Post a Comment